portal kabar – Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi baru-baru ini melakukan tindakan yang sangat mengecewakan dan menimbulkan kontroversi di kalangan anggota partai. Tindakan tersebut adalah pemecatan semua pengurus kecamatan (PK) tanpa mengikuti mekanisme yang seharusnya. Langkah ini jelas mengabaikan prosedur internal partai dan memicu protes keras dari anggota DPD Partai Golkar.
Kejadian ini menunjukkan bahwa Ketua DPD Kabupaten Bekasi, yang seharusnya menjadi pemimpin yang bijaksana, malah memilih untuk mengambil keputusan sepihak. Pemecatan ini dilakukan tanpa musyawarah dan tanpa memberikan kesempatan kepada pengurus yang dipecat untuk membela diri. Sikap ini mencerminkan otoritarianisme dan kurangnya penghargaan terhadap nilai-nilai demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam partai.
Anggota DPD Partai Golkar merasa bahwa tindakan Ketua DPD tersebut tidak hanya merugikan individu yang dipecat, tetapi juga merusak citra partai di mata publik. Banyak dari mereka yang berpendapat bahwa keputusan ini menunjukkan ketidakmampuan Ketua DPD dalam menjalankan kepemimpinan yang baik. Protes anggota DPD semakin menguat karena mereka merasa diabaikan dan tidak dihargai.
Agung, salah satu anggota DPD yang juga menjabat sebagai ketua pengurus tingkat Kecamatan (PK) Cikarang Selatan, menyatakan, “Kami sangat kecewa dengan keputusan ini. Seharusnya ada dialog dan musyawarah sebelum mengambil langkah drastis seperti ini. Ini jelas menunjukkan bahwa Ketua DPD tidak memahami prinsip dasar dari organisasi yang seharusnya mengedepankan kebersamaan dan musyawarah.” Pernyataan ini mencerminkan suara banyak anggota yang merasa terpinggirkan dan tidak diperhatikan.
Protes terhadap sikap Ketua DPD ini semakin meluas di kalangan anggota partai. Mereka mulai mengorganisir pertemuan untuk membahas langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan untuk melaporkan tindakan Ketua DPD kepada pengurus pusat Partai Golkar. Beberapa anggota bahkan mengancam akan meninggalkan partai jika sikap otoriter ini terus berlanjut.
Selain itu, Agung juga menyoroti bahwa pemecatan tanpa prosedur yang sesuai dapat mengganggu stabilitas dan kinerja partai di tingkat kabupaten. Dengan kehilangan banyak pengurus kecamatan, banyak program kerja yang terancam terhenti.
“Bermula saat saya mendapat telepon dari saudara Son Haji, dia mengatakan jika saya diganti dan bukan menjadi ketua PK lagi. Posisi saya digantikan oleh saudari Sugiharti. Keputusan itu menurut Son Haji adalah merupakan keputusan dari saudara Amin Fauzi yang mana bukan sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi,” katanya.
Mendapat keputusan sepihak, Agung pun menghadap ke Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Bekasi, H Marjuki, Senin sore, untuk menuntut kejelasan atas pemecatan yang menurutnya sangat aneh dan tidak relevan.
“H. Marjuki mengatakan dan membantah adanya pemecatan terhadap para pengurus di tingkat kecamatannya. Beliau juga merasa heran kenapa banyak protes atas isu pemecatan ini. Saudara Agung masih kok menjadi ketua PK di Cikarang Selatan,” kata Agung menirukan ucapan Marjuki.
Budiarta, mantan Wakil Ketua DPD Partai Golkar dan mantan Ketua AMPG Kabupaten Bekasi, menanggapi bahwa dalam konteks ini, Ketua DPD seharusnya menyadari bahwa kepemimpinan yang baik tidak hanya diukur dari keputusan yang diambil, tetapi juga dari kemampuan untuk mendengarkan suara anggota dan membangun kolaborasi yang kuat. Mengabaikan mekanisme internal dan tidak menghormati proses yang telah disepakati hanya akan menambah ketidakpuasan di kalangan anggota.
“Protes anggota DPD Partai Golkar atas sikap Ketua DPD-nya adalah panggilan bagi semua pihak untuk merenung dan melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan yang ada. Partai yang besar seperti Golkar seharusnya mampu menjaga integritas dan prinsip-prinsip dasar organisasi. Jika tidak, bukan tidak mungkin partai ini akan kehilangan dukungan dari anggotanya sendiri dan masyarakat luas,” ujarnya.
Budiarta menyarankan agar dalam menghadapi situasi yang sulit ini, harapan terbesar adalah agar Ketua DPD mau membuka diri untuk berdialog dengan anggotanya. Keterbukaan untuk mendengarkan kritik dan masukan adalah kunci untuk memperbaiki hubungan internal dan membangun kembali kepercayaan di antara semua anggota. Tanpa adanya langkah perbaikan, dapat dipastikan bahwa protes ini akan terus berlanjut dan mengancam keberlangsungan partai di tingkat kabupaten.
“Pada akhirnya, situasi ini menjadi pelajaran penting bagi Partai Golkar. Kepemimpinan yang baik adalah tentang melayani dan mendengarkan suara anggotanya sampai tingkat bawah, termasuk suara masyarakat. Jika hal ini tidak dilakukan, maka yang terjadi adalah perpecahan dan ketidakpuasan yang berujung pada hilangnya dukungan publik. Mari kita berharap agar semua pihak dapat belajar dari pengalaman ini dan berkomitmen untuk melakukan perubahan yang positif demi masa depan Partai Golkar yang lebih baik,” tutup Budiarta.
bram ananthaku
