Luhut Binsar Pandjaitan: Menanggapi Kritik Bank Dunia Terhadap Pemungutan Pajak Indonesia

portal kabar – Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, tidak setuju dengan pernyataan Bank Dunia yang mengatakan bahwa pemungutan pajak di Indonesia buruk. Bank Dunia menyamakan Indonesia dengan Nigeria, negara yang memiliki masalah besar dalam pengumpulan pajak.

Data dari OECD menunjukkan bahwa pada tahun 2022, Nigeria hanya mendapatkan 7,9 persen dari produk domestik bruto (PDB) sebagai pajak, sementara Indonesia mendapatkan 10,9 persen pada tahun 2021 dan 12,1 persen pada tahun 2022. Luhut menjelaskan bahwa kritik tersebut tidak adil dan merugikan citra Indonesia.

Masalah utama dalam pemungutan pajak adalah adanya pajak yang belum dipungut, yang disebut tax gap, yang mencapai 6,4 persen dari PDB atau sekitar Rp1.500 triliun. Ini terjadi karena banyak orang yang tidak patuh membayar pajak. Luhut mengakui bahwa tingkat kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak masih rendah, dan solusi yang diharapkan adalah Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan yang akan mulai berjalan pada 1 Januari 2025.

Portal Kabar  Citra Positif Calon Pemimpin: Strategi H Akhmad Marjuki untuk Menarik Suara Pemilih

Contohnya, dari 100 juta kendaraan yang ada, hanya 50 persen yang membayar pajak. Menurut Bank Dunia, satu dari empat wajib pajak di Indonesia menghindari pajak, terutama perusahaan yang tidak melakukan ekspor. Luhut menekankan bahwa Indonesia perlu melakukan reformasi pajak untuk meningkatkan penerimaan.

Sementara itu, Anggota DPR Wihadi Wiyanto menegaskan bahwa meningkatkan kepatuhan pajak adalah komitmen Presiden Prabowo Subianto. Meskipun rasio pajak Indonesia pada akhir Oktober 2024 hanya 10,02 persen, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Pemerintah berusaha untuk memperbaiki sistem pajak tanpa membebani dunia usaha.

Prabowo juga membentuk Komite Percepatan Transformasi Digital untuk meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat melalui digitalisasi. Ini meliputi pembayaran pajak, administrasi perpajakan, dan penyesuaian data wajib pajak.

Portal Kabar  Sri Mulyani dan Prabowo: Ketegangan di Balik Kebijakan Pajak Baru

Namun, peneliti dari CITA, Fajry Akbar, meragukan potensi penerimaan pajak bisa mencapai Rp1.500 triliun. Menurutnya, angkanya terlalu tinggi dan tidak realistis. Ia juga menyoroti pentingnya peraturan yang ketat untuk memberi efek jera kepada pengemplang pajak.

Kritik Bank Dunia dianggap tidak tepat karena Indonesia dan Nigeria berbeda dalam banyak hal, termasuk jumlah penduduk dan ekonomi. Indonesia memiliki sekitar 277,5 juta penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan Nigeria.

Luhut dan para ahli pajak lainnya percaya bahwa pengawasan dari kantor pajak perlu ditingkatkan. Mereka berharap integrasi antara Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat meningkatkan jumlah wajib pajak.

Portal Kabar  Efek Pajak Baru: Meningkatkan Pendapatan Daerah atau Membebani Masyarakat?

Mari Elka Pangestu menekankan pentingnya memperbaiki sistem administrasi perpajakan terlebih dahulu sebelum menaikkan tarif pajak. Jika sistem administrasi bagus, penghindaran pajak dapat berkurang dan kepatuhan pajak akan meningkat.

Dengan demikian, meskipun ada tantangan dalam penerapan sistem Core Tax, Kementerian Keuangan berkomitmen untuk terus memperbaiki dan mengevaluasi sistem ini agar semua aset dapat terdeteksi dengan baik.

pram/sumber Tirto