Urgensi Perubahan UUD 1945: Antara Kebutuhan dan Kepentingan

portal kabar – Pengamat politik, Wasisto Raharjo Jati, berpendapat bahwa mengubah UUD 1945 adalah hal biasa. Namun, perubahan itu harus didasari alasan yang tepat, seperti mengikuti perkembangan teknologi dan meningkatkan keterbukaan informasi.

Menurutnya, amandemen UUD itu penting agar konstitusi bisa mengikuti zaman. Misalnya, teknologi informasi yang sekarang menjadi sangat penting untuk transparansi.

Wasisto juga mengingatkan bahwa istilah “urgensi” dalam amandemen sering kali bisa diartikan berbeda-beda dan biasanya terkait dengan kepentingan politik.

Wakil Ketua MPR, Bambang Wuryanto, mengatakan bahwa lembaganya siap untuk memfasilitasi diskusi tentang perubahan konstitusi, karena konstitusi adalah buatan manusia yang tidak akan sempurna.

Pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie, juga setuju bahwa perubahan itu wajar karena UUD 1945 adalah hasil kesepakatan yang memiliki kekurangan. Dia menambahkan bahwa UUD 1945 sudah diubah empat kali antara tahun 1999 dan 2002, tetapi tetap saja tidak sempurna. Seiring waktu, nilai-nilai baru terus bermunculan.

Portal Kabar  PWI Pusat Tegaskan Keputusan Hendry Ch. Bangun Ilegal

Jimly mengatakan perubahan bisa dilakukan melalui amandemen, tetapi tidak mungkin konstitusi diubah terus-menerus. Oleh karena itu, perlu ada tradisi atau konvensi dalam ketatanegaraan.

Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra, menyatakan bahwa setelah 23 tahun, masyarakat kini lebih terbuka untuk terlibat dalam masalah ketatanegaraan. Dia menekankan bahwa amandemen UUD 1945 adalah hasil kompromi yang memiliki beberapa kelemahan. Oleh karena itu, penting untuk membangun tradisi positif dalam ketatanegaraan, agar tidak terus menerus mengubah konstitusi.

pram/Sumber Tirto