Mendalami Komitmen Prabowo: Apakah Dia Benar-benar Serius Melawan Korupsi?

portal kabar – Arah pemberantasan korupsi di Indonesia tampaknya akan menghadapi rintangan besar. Hal ini dipicu oleh pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengungkapkan niatnya untuk memberikan amnesti kepada para koruptor, dengan syarat mereka bersedia mengembalikan uang yang telah dicuri dari negara. Pernyataan ini segera menuai kritik tajam, dianggap lebih mendahulukan pengembalian uang ketimbang menjatuhkan sanksi yang setimpal kepada pelaku korupsi. Banyak yang melihat langkah ini sebagai kemunduran dalam upaya melawan korupsi.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar, mengusulkan agar Prabowo lebih fokus pada percepatan pembahasan RUU Perampasan Aset di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pendapat ini sejalan dengan komitmen yang tertuang dalam dokumen Asta Cita Prabowo-Gibran, yang berusaha memperkuat reformasi di bidang politik, hukum, dan birokrasi. Tibiko berpendapat bahwa alih-alih memberikan ampunan kepada koruptor, mendorong pembahasan RUU Perampasan Aset akan memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Langkah nyata yang dapat diambil oleh Prabowo adalah mengajukan Surat Presiden (Surpres) untuk menjadikan RUU ini sebagai prioritas utama di DPR.

Portal Kabar  Korupsi dan Pengadaan PDNS: Menelusuri Aliran Dana di Kementerian Kominfo

“Jika RUU ini disahkan, kita bisa memulihkan aset negara yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk mendukung program-program prioritas pemerintah,” ungkap Tibiko dilansir dari Tirto pada Jumat (20/12/2024).

Di sisi lain, pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menganggap pernyataan Prabowo tentang pengampunan koruptor sebagai sebuah gimik. Ia menekankan bahwa jika Prabowo benar-benar serius dalam memberantas korupsi, ia seharusnya mulai dari anggota kabinetnya sendiri, di mana banyak individu terlibat dalam kasus korupsi. Dalam komposisi kabinet Prabowo, terdapat sejumlah orang yang memiliki masalah hukum terkait korupsi, termasuk pejabat yang tidak patuh melaporkan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

“Jika di sekeliling Prabowo saja tidak ada keseriusan untuk dibenahi, maka pernyataan tersebut hanya akan dianggap sebagai gimik,” tegas Castro.

Lebih lanjut, Castro menyatakan bahwa pernyataan Prabowo mengenai pengampunan koruptor jika mereka dapat bertobat dan mengembalikan kerugian negara adalah salah secara regulasi. Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 menegaskan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidana korupsi.

Portal Kabar  Dukungan Anggaran untuk Infrastruktur: Suara H. Marjuki di Gedung DPR RI

Namun, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, membela pernyataan Prabowo. Ia menyatakan bahwa ucapan Prabowo sejalan dengan rencana strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pemulihan kerugian negara (asset recovery), yang merupakan bagian dari komitmen Indonesia terhadap United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Yusril menegaskan bahwa Indonesia seharusnya sudah menyesuaikan UU Tipikor dengan konvensi tersebut sejak satu tahun setelah ratifikasi, tetapi terlambat dalam implementasinya. Ia juga menekankan bahwa penegakan hukum dalam kasus korupsi harus mendatangkan manfaat bagi perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan sekadar menghukum pelaku.

Menanggapi penjelasan Yusril, Castro berpendapat bahwa langkah pemerintah tersebut tampak seperti strategi untuk memberikan amnesti kepada koruptor. Ia menilai bahwa pemerintahan saat ini semakin menunjukkan niat untuk memberikan perlakuan istimewa kepada para koruptor. Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, juga menganggap pernyataan Yusril mengenai pemaafan koruptor sebagai upaya untuk menjustifikasi keringanan hukuman. Ia menekankan bahwa pemulihan aset negara dan penghukuman harus berjalan beriringan dan tidak saling menegasikan.

Portal Kabar  Datangi KPK: Ilham Habibie Diperiksa Sebagai Saksi Korupsi Bank BJB

Sementara itu, Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, menilai ucapan Prabowo dan rencana Yusril sebagai ancaman bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia menegaskan bahwa amnesti akan melemahkan supremasi hukum dan mengutamakan kepentingan para koruptor.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengklarifikasi bahwa maksud pernyataan Presiden Prabowo tentang pengampunan koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi berkaitan dengan optimalisasi pemulihan aset. Ia menegaskan bahwa Prabowo tidak bermaksud untuk membebaskan pelaku tindak pidana korupsi, dan meminta agar pernyataan tersebut tidak dipelintir atau diframing secara negatif.

pram/Sumber Tirto