portal kabar – Dalam kondisi yang semakin memprihatinkan, warga Cluster Setia Mekar Residence 2 di Tambun Selatan menghadapi ketidakpastian setelah keputusan pengosongan lahan yang telah mereka huni. Putusan dari Pengadilan Negeri Cikarang Kelas II pada 30 Januari 2025 lalu, yang berdasarkan hukum sejak tahun 1997 (Nomor Perkara 128/PDT.G/1996/PN.BKS), menimbulkan keresahan di kalangan penghuni, banyak di antara mereka yang telah lama tinggal dan menganggap lahan tersebut sebagai rumah mereka.
Walaupun penghuni telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), keputusan pengadilan tampaknya tidak mempertimbangkan hak tersebut. Ketidakpastian ini menyebabkan kecemasan dan kekhawatiran akan kehilangan tempat tinggal yang layak pasca-pengosongan.
Menanggapi masalah ini, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron, menyatakan bahwa pada 3 Januari 2025, pihaknya telah membahas isu ini dengan Komisi I. “Silakan untuk mengklarifikasi langsung dengan Komisi I,” ujarnya saat diwawancarai oleh portal kabar.
Namun, Ketua Komisi I, Ridwan Arifin SH, hanya mengetahui informasi tersebut melalui media. “Saya belum menerima laporan atau surat resmi terkait hal ini. Informasi ini memang berasal dari keputusan pengadilan, dan kami tidak dapat campur tangan dalam hal ini. Pengadilan tidak bisa diintervensi, kecuali ada upaya hukum lain dari pihak yang terlibat,” tambahnya.
Pertanyaan muncul mengenai langkah hukum yang dapat diambil oleh penghuni yang terancam kehilangan tempat tinggal. Banyak yang merasa keputusan ini sangat merugikan, terutama karena mereka telah mengeluarkan biaya untuk kepemilikan lahan selama bertahun-tahun. Ketidakjelasan dan kebingungan mengenai prosedur hukum yang ada semakin memperberat situasi mereka.
Kondisi ini bukan hanya berdampak pada individu yang terlibat, tetapi juga mempengaruhi masyarakat luas dan pemerintah setempat. Dilema hukum dan sosial yang muncul akibat keputusan ini menunjukkan betapa kompleksnya pengelolaan lahan dan hak milik di Kabupaten Bekasi.
Apakah penghuni Cluster Setia Mekar Residence 2 akan menemukan keadilan dalam menghadapi keputusan yang tampaknya merugikan ini? Atau akankah eksekusi lahan ini terus berlanjut tanpa memperhatikan hak-hak mereka? Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, sementara perhatian terus tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil oleh para pemangku kepentingan dan pemerintah setempat untuk menyelesaikan masalah ini.
bram ananthaku
