Kasus Korupsi Biji Kakao Fiktif UGM: Dua Doktor Lawan Dakwaan, Satu Pilih Lanjut

portal kabar – Kasus dugaan korupsi pengadaan biji kakao fiktif di Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali mencuri perhatian. Tiga dosen bergelar doktor duduk di kursi terdakwa, dan dua di antaranya menolak dakwaan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (23/10/2025).

Dua terdakwa yang menolak dakwaan adalah Dr. Rachmad Gunadi dan Dr. Hargo Utomo. Keduanya menyatakan akan mengajukan eksepsi atau keberatan pada sidang mendatang. “Kami akan eksepsi,” kata penasihat hukum Rachmad usai sidang. Hal senada diungkapkan kuasa hukum Hargo, “Kami juga eksepsi.”

Berbeda dengan mereka, Dr. Henry Yuliando yang juga didakwa dalam kasus sama memilih tidak mengajukan eksepsi dan langsung melanjutkan ke tahap pembuktian. “Kami tidak mengajukan eksepsi,” ujar penasihat hukumnya singkat.

Portal Kabar  KPK Sita Rubicon, BMW, dan 24 Sepeda dari Direktur RSUD Ponorogo Terkait Kasus Suap

Ketua Majelis Hakim Righmen MS Situmorang memutuskan menunda persidangan. Sidang lanjutan dijadwalkan 30 Oktober untuk mendengarkan eksepsi dua terdakwa, dan putusan sela akan dibacakan 13 November. Sementara sidang Henry dijadwalkan terpisah pada 20 November.

“Untuk terdakwa Henry, istirahat dulu ya, tunggu yang lain,” ucap hakim sembari tersenyum di ruang sidang.

Proyek Fiktif Rugikan Negara Rp6,7 Miliar

Dalam sidang dakwaan, jaksa penuntut umum menjelaskan kasus ini berawal dari proyek pengadaan biji kakao untuk Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM tahun 2019. Pengadaan dipercayakan kepada PT Pagilaran anak usaha UGM yang bergerak di bidang perkebunan teh dan kakao.

Sesuai kontrak, PUI UGM akan membeli 200 ton biji kakao senilai Rp7,4 miliar. Namun, pengadaan itu tidak pernah terjadi. PT Pagilaran di bawah pimpinan Rachmad justru mengajukan pencairan dana menggunakan dokumen fiktif seolah pengiriman sudah dilakukan.

Portal Kabar  Dedi Mulyadi Saat Sidang Paripurna: PDIP Memilih Walk Out

Jaksa menilai Rachmad tidak bertindak sendiri. Henry dan Hargo yang juga menjabat di PUI UGM ikut memproses pencairan tanpa melakukan pengecekan. Akibatnya, negara disebut mengalami kerugian sebesar Rp6,72 miliar berdasarkan hasil audit.

Ketiganya dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

pram