portal kabar – Kekerasan elektoral yang muncul dalam penyelenggaraan Pilkada 2024 di berbagai daerah harus menjadi sorotan kita bersama. Tindakan kekerasan yang melibatkan pendukung calon kepala daerah atau yang mengarah kepada penyelenggara pemilu perlu ditangani dengan serius. Kehilangan nyawa akibat konflik dalam Pilkada adalah pukulan berat bagi pelaksanaan demokrasi di daerah yang masih minim dalam hal antisipasi.
Salah satu insiden terbaru terjadi di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, di mana sebuah video amatir yang viral menunjukkan kekerasan yang dipicu oleh perbedaan dukungan terhadap calon Bupati Sampang. Setelah terjadi cekcok, kontak fisik pun menyebabkan satu warga kehilangan nyawa akibat serangan senjata tajam.
Peristiwa tragis ini seharusnya dapat dihindari jika semua pihak bersikap proaktif dalam mencegah potensi konflik. Pesta demokrasi seharusnya dirayakan sebagai wujud kedaulatan rakyat yang dipenuhi dengan kegembiraan dan adu gagasan. Kasus di Sampang harus menjadi peringatan agar pelaksanaan Pilkada serentak dalam waktu kurang dari 10 hari mendatang berlangsung dengan damai dan penuh sukacita.
Menurut Felia Primaresti, peneliti politik dari The Indonesian Institute (TII), kontestasi Pilkada seringkali lebih rumit dibandingkan pemilu nasional karena nilai-nilai kedaerahan sangat mendominasi setiap kampanye. Hal ini sangat mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang calon pemimpin mereka.
Dalam banyak situasi, identitas daerah dan afiliasi kultural serta kekeluargaan lebih kuat daripada isu-isu kebijakan yang diusung. Ini mengakibatkan keterikatan emosional yang tinggi antara warga dengan calon yang ada. Di daerah kaya sumber daya alam, Pilkada sering kali melibatkan persaingan untuk sumber daya ekonomi dan kontrol atas kekuasaan lokal, yang dapat memicu ketegangan dan konflik sosial.
Felia juga menekankan bahwa calon kepala daerah memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga pendukungnya agar tidak terjerumus dalam konflik atau kekerasan. Dalam konteks politik Indonesia, di mana karakter pemilihan seringkali lebih mengedepankan sosok ketokohan daripada visi dan misi, calon kepala daerah harus menyadari pengaruh besar yang mereka miliki terhadap pendukung.
Sebagai tokoh publik, mereka seharusnya mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga perdamaian selama proses Pilkada 2024. Calon dapat mendorong kampanye yang positif, informatif, dan edukatif, sehingga masyarakat dapat memilih berdasarkan visi dan program, bukan terprovokasi oleh narasi kebencian.
Penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu, perlu memperkuat pengawasan terhadap pelanggaran di lapangan, termasuk kampanye yang menggunakan narasi provokatif. Bawaslu juga telah memetakan daerah-daerah rawan kekerasan, menunjukkan bahwa kultur kekerasan elektoral masih mengakar dalam masyarakat dan elit politik daerah.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyesalkan insiden di Sampang yang merenggut nyawa warga karena perbedaan pilihan dalam Pilkada. Ia menekankan bahwa pelaksanaan Pilkada seharusnya tidak sampai menimbulkan korban jiwa dan mengingatkan bahwa beberapa wilayah lain juga berpotensi mengalami konflik serupa.
Peneliti psikologi sosial dari UI, Wawan Kurniawan, menambahkan bahwa kontestasi Pemilu atau Pilkada seringkali mempertegas garis identitas sosial yang ada. Ketika kelompok merasa terancam, mereka cenderung merespons dengan tindakan radikal untuk mempertahankan dominasi mereka. Ini diperparah oleh ketidakpercayaan terhadap institusi demokrasi yang bisa memicu respons agresif dari pendukung calon.
Maka dari itu, penting untuk memastikan tindakan penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum transparan, tidak memihak, dan mampu mendeteksi serta mencegah potensi kekerasan sebelum terjadi. Rendy NS Umboh dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengingatkan agar penyelenggara pemilu dan aparat hukum dapat berkolaborasi dalam mencegah eskalasi kekerasan menjelang hari pencoblosan.
Pilkada seharusnya menjadi pesta rakyat yang menyenangkan, di mana kita dapat merayakan kedaulatan dan hak untuk memilih tanpa harus terjebak dalam kekerasan.
Sumber Tirto/pram
