portal kabar – Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, institusi kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, dikejutkan oleh berbagai kasus pelanggaran hukum yang melibatkan anggotanya. Pengemban tugas sebagai penegak hukum, kini justru terjerat dalam berbagai tindak pidana yang mencoreng martabat lembaga tersebut.
Kasus yang paling mencolok adalah insiden penembakan siswa SMK pada tanggal 24 November 2024. Aipda Robig Zaenudin, anggota Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Semarang, dituduh menembak tiga siswa dari SMK Negeri 4 saat mereka melintas di Jalan Candi Penataran Raya. Saat tembakan dilepaskan, Gamma Rizkynata Oktafandy, salah satu dari tiga korban, kehilangan nyawanya. Menurut keterangan saksi yang selamat, insiden ini terjadi tanpa peringatan, menandakan tindakan yang gegabah dan tidak profesional. Saat ini, Aipda Robig telah dipecat dari kepolisian, namun proses hukum atas tindakannya masih terus berjalan.
Di sisi lain, dua anggota kepolisian yang lain, Aiptu Kusno dan Aipda Roy Legowo, kini terjerat kasus pemerasan di Pantai Marina. Dikabarkan, mereka memaksa seorang remaja untuk menyerahkan uang Rp2,5 juta dengan ancaman akan diproses secara hukum. Kedua oknum ini sedang menghadapi proses hukum yang lebih lanjut, sementara kasus etik mereka sudah ditangani oleh Polda Jawa Tengah.
Kasus lain yang mengejutkan adalah tangkapan Aipda Junaedy yang terlibat judi sabung ayam. Ia ditangkap dalam penggerebekan di Pasar Banjardowo, dan saat ini dalam proses hukum dengan ancaman hukuman maksimal sepuluh tahun penjara.
Bambang Rukminto, seorang pengamat kepolisian, mengungkapkan kekhawatirannya terkait integritas institusi. Ia menegaskan bahwa kepolisian harus mengusut tuntas semua kasus ini, termasuk tindakan terhadap atasan yang dianggap tidak bertanggung jawab. “Semua orang harus sama di hadapan hukum, tanpa terkecuali. Jika tidak, maka kepercayaan masyarakat terhadap polisi akan semakin tergerus,” ujarnya.
Lebih jauh, Bambang juga mengkritik prosedur sidang etik yang dilakukan sebelum sidang pidana. Ia menyatakan bahwa pendekatan ini dapat merusak pengawasan hukum dan memperburuk citra kepolisian di mata masyarakat.
Peringatan dari berbagai kalangan mengindikasikan bahwa tindakan tegas harus diambil bagi mereka yang terlibat pelanggaran, termasuk atasan yang mungkin berkontribusi dalam menciptakan lingkungan korup di tubuh kepolisian. Jika atasan semata-mata diganti tanpa adanya pertanggungjawaban, maka akan membentuk preseden buruk yang akan menggerus kepercayaan publik lebih jauh.
Kasus-kasus yang melibatkan anggota kepolisian di Semarang ini menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan dengan keadilan dan tanpa pilih kasih. Tindakan tegas diperlukan bukan hanya untuk menghukum pelanggar, tetapi juga untuk membangun kembali citra kepolisian sebagai penegak hukum yang bijak dan bertanggung jawab. Keterpurukan ini menjadi tantangan bagi institusi kepolisian untuk mereformasi diri dan memperbaiki hubungan dengan masyarakat. Hanya dengan cara itulah kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dapat dipulihkan.
pram/sumber Tirto
