Dua Perayaan HPN: Merayakan Kebebasan Pers di Tengah Perpecahan PWI

portal kabar – Hari Pers Nasional (HPN) tahun ini membawa keunikan sekaligus tantangan tersendiri, dengan terjadinya perayaan ganda yang berlangsung simultan di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Riau. Momen ini jadi sorotan tajam bagi para pengamat dan praktisi media, terutama dalam konteks perpecahan yang sedang melanda Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Tradisi HPN adalah momentumnya bagi wartawan dan media untuk merayakan kebebasan pers serta mengingatkan kembali tentang pentingnya peran jurnalistik dalam masyarakat. Namun, kehadiran dua perayaan di tempat yang berbeda ini menunjukkan bahwa PWI tengah berada di titik nadir, di mana keretakan dalam organisasi tidak dapat diabaikan. Pejabat pemerintah terlihat kebingungan dalam menentukan kehadiran mereka, menandakan dilema yang lebih besar di tengah krisis identitas PWI.

Di Kalsel, acara ini dimulai dengan antusiasme yang tinggi, dengan kegiatan seperti gerak jalan, seminar, dan penganugerahan Piala Adinegoro. Gubernur Kalsel dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon hadir dan memberikan sambutan yang memompa semangat hadirin. Di situlah juga, Erandhi Hutomo Saputra, seorang wartawan muda dari media Kumparan yang meraih Hadiah Adinegoro, menerima penghargaan atas karyanya yang mencerminkan dedikasi dan inovativeness dalam jurnalisme.

Portal Kabar  PWI Pusat Tegaskan Keputusan Hendry Ch. Bangun Ilegal

Sementara itu, di Riau, meskipun perayaan tidak sebesar di Kalsel, kehadiran para wartawan dan tokoh masyarakat menunjukkan keinginan untuk tetap merayakan HPN dengan semangat positif. Namun, rasa gembira ini juga dibayangi oleh kesadaran akan kondisi PWI yang terfragmentasi. Ketidakhadiran pemimpin PWI atau representatif di acara tersebut menggambarkan dua kepemimpinan yang bersaing.

Dua perayaan HPN yang kembar ini seakan menjadi simbol dari kompleksitas masalah yang dihadapi PWI saat ini. Dalam pandangan kritis, perpecahan ini harus segera diatasi agar PWI tidak hanya relevan, tetapi juga dapat berfungsi dengan baik sebagai wadah bagi wartawan dalam mempertahankan kebebasan pers dan mengawal demokrasi.

Dahlan Iskan, tokoh pers yang berpengaruh, telah memberikan pandangan tajam tentang situasi yang dihadapi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) saat ini, yang dia nilai mengalami perpecahan serius. Menurutnya, kondisi ini tidak hanya memengaruhi internal PWI tetapi juga menciptakan dampak yang lebih luas terhadap ekosistem pers di Indonesia.

Portal Kabar  Berani Ubah Kurikulum? Ini Dia Tantangan Berat Kemendikdasmen yang Harus Dihadapi

Salah satu sosok yang menjadi pusat perhatian dalam konteks ini adalah Ilham Bintang. Selama sepuluh tahun terakhir, Ilham telah tampil sebagai tokoh sentral di PWI, terutama di tingkat Jakarta. Sebagai pemilik media “Cek & Ricek”, kontribusinya sangat signifikan dalam menjaga integritas dan profesionalisme jurnalistik. Namun, dukungan dan ketidakpastian di dalam organisasi yang dia pimpin telah menimbulkan keterpecahan yang jelas terlihat saat ini.

Ilham Bintang dikenal sebagai figur yang memiliki pengaruh cukup besar dalam tubuh PWI, dengan pergeseran dukungannya di antara calon pemimpin yang berbeda, seperti Atal Depari dan Henry Ch Bangun. Hal ini menciptakan atmosfer persaingan yang bukan sekadar bersifat sehat dan produktif, melainkan juga memperlemah kesatuan organisasi. Di mata Dahlan, ketidakpastian ini mencerminkan dilema yang dialami oleh wartawan-wartawan Indonesia, di mana mereka harus menavigasi antara loyalitas terhadap pemimpin dan dedikasi terhadap profesi mereka.

Portal Kabar  Hilman Hidayat: Pembekuan PWI Jawa Barat adalah Tindakan yang Salah

Dahlan menggarisbawahi bahwa perpecahan PWI, yang dipicu oleh ambisi dan rivalitas, menggambarkan tantangan yang lebih besar di dunia media. Dalam konteks ini, perpecahan menjadi pengingat bahwa wartawan harus mengutamakan persatuan dan tujuan bersama daripada kekuasaan individual. Ilham Bintang, meskipun memiliki pengaruh yang signifikan, tidak bisa sepenuhnya menyembunyikan ketidakpastian di dalam tubuh PWI.

Dalam pandangan Dahlan Iskan, PWI harus menghadapi momen introspeksi untuk mencari kembali jati dirinya sebagai organisasi yang mengawal kemajuan pers dan kebebasan berekspresi. Ini membutuhkan keterbukaan dalam dialog, perdebatan yang konstruktif, dan kerjasama lintas batas untuk mengatasi perpecahan yang ada.

pram/dari berbagai sumber