Surat THR Ade Endang: Ketika Kepala Desa Berubah Menjadi Preman

portal kabar – Kepala desa adalah pemimpin pemerintahan di tingkat desa yang seharusnya dekat dengan masyarakat. Namun, baru-baru ini, kepala desa Klapanunggal, Ade Endang Saripudin, membuat surat permintaan tunjangan hari raya (THR) sebesar Rp 165 juta kepada perusahaan di sekitarnya. Dana tersebut katanya untuk acara halalbihalal, tetapi banyak orang mempertanyakan apakah ini tindakan yang tepat atau malah mirip dengan tindakan preman.

Surat ini viral karena berani meminta uang dengan cara yang tidak biasa, dan setelah banyak kritik, kepala desa tersebut menarik kembali surat itu dan menyebutnya hanya sebagai imbauan, bukan paksaan. Namun, banyak yang merasa bahwa surat resmi dari kepala desa tidak bisa dianggap hanya sebagai imbauan. Ini menunjukkan masalah serius: penggunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Praktik seperti ini tidak hanya terjadi di Klapanunggal, tetapi bisa jadi ada di tempat lain juga. Ini mengungkapkan masalah lebih besar di pemerintahan desa. Kepala desa seharusnya melayani masyarakat, tetapi kini terjebak dalam praktik yang tidak etis.

Portal Kabar  Hasbiallah Ilyas: Kerugian Melegalkan Judi bagi Indonesia

Surat permintaan THR ini bukan hal baru; ini adalah hasil dari pola pikir birokrasi desa yang mulai melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang bisa ditukar. Bahkan, urusan Lebaran pun dijadikan alat untuk mendapatkan keuntungan. Ini menunjukkan bahwa meskipun kepala desa dipilih oleh rakyat, setelah terpilih, mereka sering kali berubah menjadi pemimpin yang mencari keuntungan pribadi.

Pemerintah Kabupaten Bogor segera merespons dengan memanggil kepala desa dan melakukan penyelidikan. Bupati Bogor sebelumnya sudah melarang pegawai negeri meminta THR. Namun, pertanyaannya adalah mengapa surat itu tetap dibuat? Publik tidak hanya ingin klarifikasi, tetapi juga perubahan nyata dalam etika pemerintahan di desa.

Kepala desa yang seharusnya memiliki integritas sering kali bertindak seperti penguasa kecil, menggunakan kekuasaan, uang, dan pengaruh untuk kepentingan pribadi. Pengawasan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) kurang efektif, dan masyarakat sering tidak tahu cara mengawasi kepala desa mereka. Dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan sering disalahgunakan untuk kepentingan politik.

Portal Kabar  Gosip Berujung Kekerasan: Insiden Perundungan di Bogor

Masalah ini lebih dari sekadar permintaan uang menjelang Lebaran. Ini tentang bagaimana kekuasaan digunakan di tingkat yang paling dekat dengan masyarakat. Jika tidak ada perubahan, praktik-praktik seperti ini akan terus berlanjut. Negara seharusnya hadir untuk melayani masyarakat, bukan untuk menekan mereka.

THR seharusnya menjadi hak pekerja, bukan kewajiban yang dipaksakan oleh pejabat desa. Reformasi birokrasi desa harus dimulai dari pemahaman etika jabatan publik. Kementerian Dalam Negeri perlu memperkuat pelatihan bagi kepala desa, sementara pengawasan harus lebih aktif. Peran masyarakat dalam mengawasi pemerintahan desa juga harus didorong agar lebih transparan.

Hanya dengan dukungan masyarakat, para pejabat desa akan menyadari bahwa jabatan mereka adalah amanah yang bisa dicabut. Kita harus menolak praktik-praktik tidak etis ini. Kepala desa yang baik adalah mereka yang sederhana, bersih, dan memiliki integritas. Kita tidak butuh kepala desa yang menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.

Portal Kabar  Mencegah Perundungan dan Konten Berbahaya: Solusi Cerdas untuk Keamanan Anak di Internet

Kasus THR di Klapanunggal seharusnya menjadi pelajaran dan bukan yang pertama. Kita berharap ini menjadi yang terakhir. Desa adalah masa depan Indonesia, dan masa depan itu hanya bisa dicapai jika para pemimpinnya memiliki etika, bukan hanya kekuasaan.

MA/sumber Firdaus Arifin, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat, Kompas