portal kabar – Ketua MPR, Ahmad Muzani, mengatakan bahwa mengubah UUD 1945 bukanlah solusi cepat untuk semua masalah. Ia menjelaskan bahwa MPR bertanggung jawab untuk menjaga agar konstitusi tetap kuat dan relevan, tetapi harus dilakukan dengan hati-hati dan bijaksana.
“Perubahan konstitusi tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Prosesnya panjang dan harus transparan,” kata Muzani saat memperingati Hari Konstitusi di Jakarta, Senin (18/8).
Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dan menjelaskan alasan di balik usulan perubahan. Perubahan konstitusi harus didasarkan pada kesepakatan yang luas, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
“Perubahan UUD 1945 harus mencerminkan kesepakatan seluruh elemen bangsa, bukan hanya sekelompok orang,” tambahnya.
Muzani juga menegaskan bahwa MPR harus tetap relevan dan menjadi pedoman bagi seluruh rakyat Indonesia melalui kajian yang objektif tentang sistem pemerintahan.
Ia memberikan contoh, seperti mengevaluasi apakah sistem presidensial saat ini efektif, atau apakah ada tumpang tindih kewenangan antar lembaga yang menyebabkan masalah.
Sejak Indonesia merdeka, UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan, dengan yang terakhir terjadi pada tahun 2002. MPR pernah membicarakan rencana untuk melakukan perubahan kelima, namun seringkali terpengaruh oleh agenda politik.
Pada tahun 2021, Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengusulkan perubahan konstitusi untuk menambahkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), bersamaan dengan rencana perpanjangan masa jabatan presiden. Saat itu, Presiden Jokowi sudah menjalani setengah dari masa jabatan keduanya dan tidak bisa mencalonkan diri lagi karena konstitusi membatasi presiden untuk menjabat maksimal dua periode.
pram
