portal kabar – Menjelang akhir tahun, pemerintah Indonesia telah mengumumkan sebuah kebijakan baru yang cukup signifikan terkait dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan meningkat menjadi 12%. Kebijakan ini direncanakan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025. Perubahan ini dianggap sebagai respons terhadap “kekhawatiran” yang dirasakan oleh Presiden Prabowo Subianto menjelang 100 hari masa pemerintahannya, sebagaimana diungkapkan oleh sejumlah ekonom.
Bhima Yudhistira, seorang pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), berpendapat bahwa keputusan Presiden Prabowo untuk membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12% menunjukkan keinginan beliau untuk tidak dianggap gagal dalam menjalankan tugasnya dan tetap berpihak kepada rakyat dalam seratus hari pertama kepemimpinannya.
Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Presiden Prabowo akan genap beroperasi selama 100 hari pada tanggal 21 Januari 2025. Bhima menambahkan, “Prabowo ingin menunjukkan bahwa ia adalah presiden yang memiliki mandat pro-rakyat, dan tidak ingin kebijakan yang kontradiktif mengganggu hal tersebut,” ungkapnya dalam wawancara pada Selasa (31/12).
Untuk barang dan jasa yang tidak termasuk dalam kategori mewah, tarif PPN akan tetap berlaku sebesar 11%. Keputusan ini, menurut Presiden Prabowo, merupakan komitmen pemerintah untuk mengutamakan kepentingan rakyat, melindungi daya beli masyarakat, serta mendorong pemerataan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat.
Kebijakan baru ini juga menandai berakhirnya ketidakpastian yang telah berlangsung mengenai kenaikan PPN yang telah menjadi perbincangan sejak awal bulan Desember lalu.
Dalam sebuah konferensi pers, Presiden Prabowo Subianto, yang didampingi oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, menyampaikan keputusan terbaru mengenai PPN. “Komitmen saya adalah selalu berpihak kepada rakyat, kepentingan nasional, dan berjuang untuk kesejahteraan rakyat,” tegas Prabowo di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Selasa (31/12).
Lebih lanjut, Prabowo menjelaskan bahwa tarif PPN yang sebelumnya 11% akan tetap berlaku untuk barang dan jasa yang tidak tergolong mewah. “Seperti yang telah saya sampaikan dan koordinasikan dengan DPR, pemerintah memutuskan bahwa tarif PPN dari 11% menjadi 12% hanya akan dikenakan pada barang dan jasa mewah,” tambahnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga memberikan penjelasan terkait pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, di mana pengelolaan keuangan negara masih dapat dilakukan dengan bijak dan hati-hati. Menurutnya, pemerintah masih mampu mengendalikan defisit APBN dalam batas yang wajar dan dapat dikelola, meskipun diakui bahwa perekonomian global saat ini menghadapi berbagai ketidakpastian serta tekanan yang mempengaruhi harga komoditas minyak dan gas serta penerimaan negara.
Presiden Prabowo juga mengumumkan rencana pemberian paket stimulus kepada masyarakat dengan total mencapai Rp38,6 triliun. Stimulus tersebut akan diberikan dalam bentuk bantuan beras kepada 16 juta penerima bantuan pangan, di mana masing-masing akan mendapatkan 10 kilogram beras selama dua bulan, yaitu Januari dan Februari 2025. Selain itu, terdapat juga diskon listrik sebesar 50% bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 2.200 volt ampere (VA) selama periode yang sama.
Lebih lanjut, pemerintah juga akan memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang ditanggung oleh pemerintah untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan, yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Termasuk di dalamnya adalah pembebasan PPh bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun.
“Dengan langkah-langkah ini, sudah sangat jelas bahwa pemerintah akan terus berupaya menciptakan sistem perpajakan yang adil dan berpihak kepada rakyat,” tegas Prabowo. “Hal-hal teknis akan ditindaklanjuti oleh kementerian terkait.”
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan bahwa kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% hanya akan berlaku untuk barang dan jasa yang tergolong mewah, yang selama ini sudah dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). “Kategorinya sangat terbatas, seperti yang disampaikan Presiden, yaitu jet pribadi, kapal pesiar, dan rumah sangat mewah yang nilainya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 15 tahun 2023,” jelas Sri Mulyani.
Ia menambahkan, “Artinya, barang dan jasa lainnya yang selama ini dikenakan PPN 11% tidak mengalami kenaikan menjadi 12%. Jadi tetap 11%.” Barang dan jasa yang selama ini mendapatkan pengecualian alias PPN 0%, menurut Sri, antara lain adalah makanan pokok, yang mencakup beras, jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, ubi jalar, ubi kayu, gula, ternak dan hasil ternak, susu segar, unggas dan hasil unggas, serta berbagai jenis makanan lainnya.
Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa tiket kereta api, jasa angkutan umum, tiket bandara, jasa angkutan sungai, pengurusan paspor, jasa biro perjalanan, serta layanan pendidikan pemerintah dan swasta juga akan tetap mendapatkan fasilitas PPN 0% alias tidak membayar PPN. “Sedangkan barang dan jasa lainnya tidak ada kenaikan, tetap 11%,” tambahnya.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 15 tahun 2023, barang mewah yang akan dikenakan PPN 12% di antaranya adalah kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp30 miliar atau lebih, serta kelompok barang lainnya yang tergolong mewah.
Dalam pandangan Bhima Yudhistira, pengamat ekonomi dari CELIOS, pernyataan Presiden Prabowo yang membatalkan kenaikan PPN menjadi 12% mencerminkan “kekhawatiran” menjelang 100 hari pemerintahannya. Bhima berpendapat bahwa Prabowo tidak ingin dianggap gagal dan tidak berpihak kepada rakyat dalam seratus hari kerjanya. Di sisi lain, Prabowo juga ingin menunjukkan kepada publik dan para menterinya bahwa ia adalah yang berkuasa, bukan para pembantunya termasuk Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
“Karena selama ini yang mendorong PPN naik menjadi 12% untuk semua barang adalah Sri Mulyani, artinya ada keretakan antara Prabowo dan Kemenkeu,” ungkap Bhima. “Itu yang terlihat, jadi Prabowo ingin menunjukkan lagi bahwa ia adalah presiden yang memiliki mandat prorakyat, dan tidak ingin kebijakan yang kontradiktif mengganggu hal tersebut.”
Namun, ekonom CELIOS lainnya, Media Askar, menyatakan bahwa keputusan PPN 12% hanya untuk barang mewah masih membingungkan. Sebab, sistem perpajakan Indonesia tidak mengenal sistem multitarif. Barang-barang yang masuk dalam PPnBM akan dikenakan tarif pajak dari 10% menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Jika kita menelusuri kembali, tarik ulur keputusan mengenai kenaikan PPN menjadi 12% telah berlangsung sejak awal bulan Desember lalu. Pada tanggal 5 Desember 2024, Ketua Komisi XI DPR, Misbakhun, menyatakan bahwa tarif PPN 12% hanya akan berlaku untuk barang mewah. Pernyataan tersebut disampaikan setelah pertemuannya dengan Presiden Prabowo di Istana, Jakarta.
Keesokan harinya, pada tanggal 6 Desember 2024, Prabowo menegaskan kembali bahwa pemberlakuan tarif PPN menjadi 12% ditujukan untuk barang dan jasa mewah. “Untuk rakyat lainnya, kami tetap melindungi. Sejak akhir 2023, pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut, untuk membantu rakyat kecil,” ungkap Prabowo di Istana.
Namun, pada tanggal 16 Desember 2024, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani, kembali menyatakan bahwa PPN 12% akan diberlakukan untuk barang dan jasa yang dianggap mewah. Namun, pada tanggal 19 Desember 2024, Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu merilis daftar barang dan jasa yang akan dikenakan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025, yang sekaligus membantah pernyataan para menteri termasuk Presiden Prabowo Subianto.
Dalam keterangannya, dinyatakan bahwa “seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11%”, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak, seperti minyak goreng curah “Kita”, tepung terigu, dan gula industri. Keputusan ini menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat, terutama di kalangan pelaku usaha dan konsumen yang khawatir akan dampak dari kebijakan ini terhadap daya beli dan perekonomian secara keseluruhan.
pram/sumber BBC
