Menanti Tindak Lanjut Putusan MK: Netralitas TNI/Polri di Pilkada 2024

portal kabar – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, baru saja mengetuk palu sebagai tanda diterimanya permohonan uji materiil terhadap Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015. Undang-undang ini berkaitan dengan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta hubungannya dengan UUD 1945 atau UU Pilkada.

Dalam putusan yang dibacakan di Gedung MK pada Kamis, 14 November 2024, terdapat norma baru yang mengatur mengenai larangan bagi anggota TNI/Polri untuk terlibat dalam politik praktis selama pilkada. Selain itu, pasal tersebut juga menetapkan sanksi pidana bagi pelanggar, dengan hukuman penjara maksimal enam bulan atau denda hingga Rp6 juta.

“Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu bulan atau paling lama enam bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00,” ungkap Suhartoyo.

Sebelumnya, pasal tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan anggota TNI dan Polri. Namun, dengan putusan terbaru MK, keduanya kini termasuk dalam ketentuan tersebut.

Portal Kabar  Lonjakan Harta Ibas Yudhoyono: Dari Rp42 Miliar Jadi Rp317 Miliar dalam 5 Tahun

Menanggapi putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024, Bambang Rukminto, seorang pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), menyatakan bahwa ini merupakan sinyal bahwa UU Polri dan UU TNI tidak cukup untuk mencegah aparat penegak hukum terlibat dalam politik selama pemilu atau pilkada. Ia menekankan perlunya putusan MK untuk memperkuat landasan hukum agar aparat tidak melakukan tindakan sewenang-wenang dalam pilkada.

“Di dalam UU TNI dan UU Polri terdapat larangan bagi anggota TNI maupun Polri untuk terlibat dalam politik. Putusan MK ini menunjukkan bahwa negara gagal memastikan netralitas TNI dan Polri dalam politik, sehingga hal ini harus diulang dalam putusan MK,” jelas Bambang pada 18 November 2024.

Meskipun jargon netralitas aparat sering disuarakan dalam berbagai acara oleh TNI dan Polri, nyatanya hal tersebut tidak cukup efektif untuk menghentikan keterlibatan aparat di semua tingkatan dalam pemilu dan pilkada. Data dari Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) mencatat adanya 2.304 kasus pelanggaran netralitas aparat di 270 daerah selama Pilkada 2020.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengungkapkan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti putusan MK dan berkoordinasi dengan TNI dan Polri. Ia menjelaskan bahwa Bawaslu akan mengirimkan surat kepada kedua institusi tersebut untuk memastikan netralitas aparat selama pilkada.

Portal Kabar  Pengadaan Iklan Bank BJB: KPK Selidiki Dugaan Dana Yang Tak Teranggarkan

“Kami akan mengkaji dan menindaklanjuti, serta akan mengirimkan surat minggu ini,” kata Bagja.

Meskipun sudah ada putusan MK yang mengatur tentang netralitas TNI dan Polri serta sanksi bagi pelanggar, Bagja menekankan pentingnya aturan turunan yang harus segera diterapkan. Kerja sama dengan Mabes TNI dan Mabes Polri pun dianggap sangat penting untuk menindak pelanggaran yang terjadi.

Di sisi lain, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan komitmen Polri untuk menjaga netralitas selama Pilkada 2024. Ia memastikan bahwa Polri akan menaati putusan MK dan akan memberikan sanksi tegas bagi anggota yang melanggar.

“Polri berkomitmen untuk bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis selama Pemilu 2024. Jika ada anggota Polri yang melanggar, akan ditindak sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas Trunoyudo.

Sementara itu, anggota Kompolnas RI, Choirul Anam, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada laporan mengenai pelanggaran netralitas aparat selama Pilkada 2024. Namun, ia membuka kesempatan bagi masyarakat untuk melaporkan jika menemukan anggota Polri yang melanggar aturan.

Portal Kabar  Resmi Lakukan Koalisi untuk Pilkada 2024 Kabupaten Bekasi, Gerindra, PKB dan Demokrat Belum Tentukan Kandidat

Anam juga mendukung putusan MK mengenai sanksi pidana bagi anggota Polri yang tidak netral, dengan harapan dapat meningkatkan profesionalisme dalam pengamanan pilkada.

Namun, meskipun banyak pihak yang menyambut baik putusan MK, ada juga kritik yang muncul. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, menilai bahwa MK telah melampaui kewenangan dengan memasukkan pasal mengenai sanksi pidana, yang seharusnya menjadi domain DPR dan Pemerintah.

Irawan berpendapat bahwa tidak semua pelanggaran harus dikenakan sanksi pidana, dan lebih baik menggunakan hukum administratif yang lebih efektif untuk menindak pelanggaran pemilu.

Bambang Rukminto juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa putusan MK mungkin tidak akan efektif dalam menjerat aparat penegak hukum yang melanggar. Ia menekankan bahwa tanpa komitmen dari kepala negara dan pimpinan Polri serta TNI, putusan MK bisa menjadi tidak berarti.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Hariyanto, dan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, terkait putusan MK tersebut.

Sumber Tirto/pram