portal kabar – Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, menyampaikan bahwa PDIP akan menekankan pada perekayasaan konstitusional sesuai amanat dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ini berkaitan dengan pengaturan mekanisme kolaborasi antar partai dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
Pernyataan tersebut merupakan respons terhadap keputusan MK yang membatalkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen yang diambil pada Kamis (2/1/2025). MK juga memberikan pertimbangan yang meminta agar dilaksanakan rekayasa konstitusional untuk memberikan kesetaraan hak bagi partai dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden tanpa mempertimbangkan hasil suara sah secara nasional atau jumlah kursi di DPR.
“Dengan menetapkan mekanisme kolaborasi antar partai dan tanpa mengurangi hak setiap partai untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden, presiden dan wakil presiden yang terpilih akan tetap memiliki dukungan politik yang solid di DPR,” ungkap Said Abdullah dalam keterangannya, Kamis (2/1/2025).
Said mengakui bahwa keputusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menyetujui pengujian Pasal 222 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah menghapus syarat pencalonan presiden yang mewajibkan 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah secara nasional. Namun, menurut Said, MK juga mengarahkan pembuat undang-undang untuk mengatur agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak terlalu banyak.
MK mengamanatkan agar pembuat undang-undang melakukan rekayasa konstitusional, tetapi tetap memperhatikan beberapa poin penting seperti hak partai politik untuk mengusulkan capres dan cawapres, serta tidak didasarkan pada persentase kursi DPR ataupun suara sah partai. Selain itu, MK juga meminta agar DPR melibatkan semua pihak, termasuk partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR.
PDIP, menurut Said, berpendapat bahwa perekayasaan konstitusional yang diusulkan oleh MK bisa dilakukan dengan mengatur syarat bagi calon presiden dan wakil presiden agar memenuhi kriteria penilaian kualitatif.
“Ini bisa dilakukan dengan menentukan syarat bagi calon presiden dan wakil presiden agar memenuhi aspek kepemimpinan, pengalaman dalam peran publik, pengetahuan tentang kenegaraan, serta rekam jejak integritas, sehingga hak semua partai untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden dapat memenuhi aspek kualitatif yang kami maksud,” jelas Said kepada wartawan pada Kamis (2/1/2025).
Ia menambahkan, pengujian terhadap kualifikasi calon presiden dan wakil presiden dapat dilakukan oleh berbagai pihak sebagai syarat sah penetapan calon oleh lembaga pemilihan umum.
“Ini dapat melibatkan unsur perwakilan lembaga negara dan tokoh masyarakat sebagai bagian dari syarat sah penetapan calon presiden dan wakil presiden oleh KPU,” ujarnya.
Said juga menekankan bahwa keputusan MK dengan pedoman tersebut akan menjadi acuan dalam pembahasan revisi undang-undang pemilu antara pemerintah dan DPR.
“Berdasarkan pertimbangan dalam putusan di atas, kami pasti akan menjadikannya sebagai pedoman dalam pembahasan revisi undang-undang pemilu antara pemerintah dan DPR,” ucapnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen dalam pemilihan presiden (Pilpres).
“Mengabulkan permohonan para pemohon secara keseluruhan,” kata Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan keputusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang MK, pada Kamis (2/1/2025).
Suhartoyo menjelaskan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak lagi memiliki kekuatan hukum. Sebelumnya, pasal tersebut berbunyi:
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.”
pram
